Home
»
Pengetahuan
»
Hukuman Mati Bagi Koruptor di Cina,Apa di Indonesia Juga Harus ?
Hukuman Mati Bagi Koruptor di Cina,Apa di Indonesia Juga Harus ?
Pemerintah Cina ternyata bersungguh-sungguh berupaya memberantas
korupsi di negaranya. Salah satu korban terakhir Partai Komunis Cina itu adalah
Zhang Kuntong dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pengadilan Cina pada Selasa
(27/3).
Korupsi di Cina, menurut koresponden BBC News di
Beijing, Duncan Hewitt, begitu merajalela dari tingkatan atas sampai ke bawah.
Bahkan, sebuah statistik resmi pemerintah Cina mengungkapkan, kerugian negara
akibat korupsi mencapai AS$16 miliar (sekitar Rp 120 triliun) sampai
tahun 1999. Ini belum termasuk kasus korupsi pada skandal penyelundupan senilai
AS$10 miliar yang melibatkan pejabat-pejabat teras Propinsi Fujian di Tenggara
Cina.
Sekarang,
praktik korupsi yang merajalela di Cina menjadi sasaran incaran kampanye
pemerintah Cina dalam dua tahun terakhir ini. Surat kabar resmi Cina, China
Daily, mengungkapkan bahwa pada Sabtu pekan lalu gerakan pemberantasan
korupsi yang dilakukan Cina telah berhasil mengembalikan dana publik sebesar
400 juta yuan atau senilai Rp440 miliar lebih ke kas negara.
Hukuman mati
Cina dua tahun belakangan ini memang tengah melakukan kampanye
pemberantasan kasus-kasus tindak pidana korupsi. Kampanye ini diawali dengan
melakukan penyelidikan terhadap 10.000 pejabat setingkat kabupaten yang diduga
melakukan tindak pidana korupsi.
Pada akhir 2000 lalu seperti yang dilansir hukumonline dari China
Daily, Cina telah membongkar jaringan penyelundupan dan korupsi yang
melibatkan 100 pejabat Cina di Propinsi Fujian, Cina Tenggara. Sebanyak 84
orang di antaranya terbukti bersalah dan 11 orang dihukum mati. Sejak kasus
itu, pengadilan Cina makin marak lagi dengan kasus korupsi lainnya.
Pada 9
Maret 2001 misalnya, nasib buruk menimpa Hu Changqing yang dieksekusi mati
hanya 24 jam setelah permohonan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung Cina di
Beijing. Hu Changqing adalah Wakil Gubernur Propinsi Jiangxi yang dihukum mati
setelah terbukti bersalah menerima suap senilai AS$660.000 atau
kurang lebih Rp4,95 miliar. Selain itu, Hu menerima sogokan properti senilai
AS$200.000 (Rp1,5 miliar).
Hu mungkin tak seberuntung anggota politbiro Chen Xitong yang
belum lama ini dijatuhi hukuman penjara 16 tahun karena korupsi senilai AS$4
miliar. Tapi yang jelas, Hu terbukti bersalah dipengadilan. Hu Changqing
terbukti menerima suap itu sebagai imbalan pemberian lisensi bisnis (izin
berbisnis bagi anggota Partai Komunis Cina bila akan melakukan kegiatan bisnis)
serta surat izin pindah bagi warga Cina yang ingin berbisnis di Hongkong.
Tindak korupsi ini dilakukan Hu Changqing sejak ia menjabat
sebagai pejabat Deputi Biro Negara urusan Agama (pejabat eselon satu di Cina).
Karena keenakan, aksi korupsi Hu terus berlanjut setelah ia menjabat sebagai
Wagub Jiangxi sejak dua tahun lalu. Bahkan, pers Hongkong ramai pula
memberitakan, Hu bisa meraup uang pula dengan "menjual" sampel
tulisan tangannya (kaligrafi).
Shock therapy
Hukuman mati yang dijatuhkan kepada Hu Changqing kemudian
dijadikan semacam shock therapyoleh pemimpin-pemimpin Cina. Ini
sebagai peringatan bahwa Cina kali ini benar-benar serius memberantas korupsi.
"Pemberantasan korupsi adalah urusan hidup dan mati
partai," demikian semboyan yang terus didengung-dengungkan
pemimpin-pemimpin Cina, terutama PM Zhu Rongji, yang di Cina dikenal sebagai
salah satu "Mr Clean".
Pemerintahan Cina ternyata tidak hanya berhenti sekadar gertak
sambal saja terhadap para koruptornya. Kampanye pemberantasan korupsi terus
dijalankan oleh PM Zhu Rongji. Bahkan menurut berita terakhir yang diperoleh hukumonline dari China
Daily (27/3), gerakan kampanye pemberantasan korupsi
tersebut sudah pula menjadi mimpi buruk bagi para pejabat setingkat Dirjen di
Cina.
Gara-gara menerima suap dan menggelapkan dana publik, Zhang
Kuntong, mantan direktur sebuah departemen transportasi di Provinsi Henan,
Cina, dijatuhi hukuman seumur hidup.
Kuntong mengaku menerima suap satu juta yuan atau sekitar Rp1,1
miliar lebih ketika ia bertugas di Departemen Konstruksi dan Departemen
Transportasi pada 1990-an. Ia juga dinyatakan terbukti
menyalahgunakan dana publik sebesar 100.000 Yuan ketika bekerja di Departemen
Transportasi.
"Mr Clean" Zhu Rongji sendiri mempunyai kemauan yang
kuat untuk meneruskan program pemberantasan korupsi ini. Bahkan, dirinya
berjanji bahwa tak akan ada satu pejabat pun seberapa pun tinggi jabatannya
yang akan diloloskan dari jerat hukum. Apalagi para pejabat tersebut memang
benar-benar terlibat dalam tindak penyelundupan yang merongrong negara.
Penulis The New York Times, Elisabeth Rosenthal,
melihat Zhu berupaya keras memberantas korupsi. Hal ini dilakukan Zhu
sebenarnya demi reputasi partai yang hancur karena mentalitas korup para
pejabatnya.
Masih jauh
Bagaimana dengan Indonesia? Kita boleh iri dengan Cina yang tegas
menyikat para bandit-bandit koruptor. Padahal tingkat korupsi di Indonesia
lebih parah dari Cina. Ini dibuktikan dari peringkat negara terkorup yang
dikeluarkan oleh Transparency International setiap tahun.
Indonesia selalu menempati lima besar negara terkorupsi dunia
bersama dengan negara-negara Afrika dan Amerika Latin. Bahkan di Asia,
Indonesia mendudukui peringkat wahid alias jagoan nomor satu. China menduduki
peringkat ketiga setelah Indonesia dan India. Ketiga negara Asia ini kebetulan
masuk lima besar negara dengan penduduk terbanyak dunia.
Para koruptor di Indonesia beroperasi dengan leluasa, dari kelas
teri, kelas kakap, sampai kelas paus. Korupsi telah menjadi monster yang
melahap uang negara. Pada rezim Orde Baru, KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme)
begitu merajalela. Namun pada era reformasi, pejabat yang korup tidak berkurang
dan KKN telah menjelma menjadi "Konco Konco-Ne".
Sayangnya, pemberantasan korupsi di Indonesia masih setengah hati.
Para elite lebih asyik bertikai, sedangkan LSM maupun lembaga antikorupsi tidak
berdaya menghadapi penyakit korupsi yang sudah kronis dan akut. Indonesia juga
tidak punya pemimpin seperti Zhu Rongji. Kita butuh puluhan Mr Clean untuk
menyikat para koruptor yang bandel.
Tampaknya, Indonesia bisa mengikuti jejak Cina yang menghukum
berat maling-maling duit negara. Para koruptor kelas paus dihukum mati. Bisa
juga para koruptor kelas berat dikirim ke Nusakambangan seperti halnya Bob
Hasan.
Penerapan hukuman mati di Indonesia sendiri masih
kontroversial, meskipun terhadap pelaku pembunuhan atau pelanggar HAM. Namun,
hukuman mati bagi para koruptor agaknya juga bakal ditentang
pemimpin atau pejabat. Karena, itu sama saja menggali kuburannya sendiri.
Semoga artikel Hukuman Mati Bagi Koruptor di Cina,Apa di Indonesia Juga Harus ? bermanfaat bagi Anda.Amin...
+ komentar + 2 komentar
seharusnya negara kita indonesia mencontoh hukum di cina___kalau mau koruptor di negara ini lenyap___
@wahid doha
iya gan biar pada jera semua tuh koruptor
Posting Komentar
Stop Spam,kesopanan juga berlaku di internet bro... berlaku juga di kotak komentar ini.Dukungan dan kritikan untuk kemajuan sangat di perlukan.
Thanks visit IXE-11.Inc....
Bramastana D