Cerpen Putu Wijaya : Peradilan Rakyat Beserta Unsur Intrinsiknya
Cerpen Putu Wijaya
Peradilan rakyat
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.
"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu,
"aku
datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di
negeri yang sedang kacau ini."
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak
terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara
yang tenang dan agung.
"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda? Pengacara muda tertegun.
"Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu
sebagai ujung tombak pencarian keadilan di
negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik,
kalau begitu, Anda mengerti maksudku”
"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."
Pengacara muda
itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang
kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya
masih terasa.
"Aku tidak
datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah
Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari
kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah
Andalakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak
pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi.
Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil
dan sempurna, tetapi kau juga, adalah keadilan itu sendiri".Pengacara tua
itu meringis.
"Aku suka
kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita
bisabicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu
Keadilan."kata pengacara tua itu.
"Itu semua
juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"Pengacara tua itu tertawa. "Kau
sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara
tua. Pengacara muda
terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu mintamaaf.
"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu
katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan,
menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan
membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam
doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air,bagai suara
alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."
Pengacara muda
diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan
ucapannya dengan lebih tenang."Aku datang kemari ingin
mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."
"Terima
kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang
penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun
datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada
akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk
mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak
benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan
sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini,
sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang
pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari
apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku,
sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.Aku ingin
berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah
teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan
beku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku
terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu
akumelakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil,
kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada
rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila
negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman
tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara
akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan
yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak
menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah
yang aku tentang. Negara harusnya percaya bahwa menegakkan
keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang
sudah Anda lakukan selama ini." Pengacara muda itu berhenti sebentar
untuk memberikan waktu pengacara senior itu
menyimak. Kemudian iamelanjutkan.
"Tapi
aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk
menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima
baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta
dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."
"Lalu kamu terima?"potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu
terkejut. Ia menatap pengacara tua itu denganheran."Bagaimana Anda tahu?"
Pengacara tua
mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh.
Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil
menghela napas kemudian ia berkata:"Sebab aku kenal siapakamu."
Pengacara muda sekarang menarik napas panjang."Ya
aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku
tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan
kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang
membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan
menjalankan proses peradilan sehinggatercapai keputusan yang seadila-dilnya."Pengacara tua mengangguk anggukkan kepala
tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara
lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."Pengacara
muda tertegun.
Ia
menatap, mencoba mengetahuiapa yang ada di dalam lubuk hati orang tua
itu. "Jadi langkahku sudah benar?"Orang tua itu
kembali mengelus janggutnya.
"Jangan
dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai
profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya
ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana
yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada
tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah
kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena
sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu
membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan
yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan
uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan
juga Karena uang
"Bukan!".
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda
itu tersenyum. "Karena aku akan membelanya."
"Supaya
dia menang?"
"Tidak ada
kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati
apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar
mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan
masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan
proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."Pengacara tua termenung.
"Apa
jawabanku salah?"Orang tua itu menggeleng.
"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak
menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu
akanberhasil keluar sebagai pemenang."
"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku
dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."
"Tapi kamu
akan menang."
"Perkaranya
saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."
"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan
sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu,
tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat
ini."
Pengacara muda
itu tertawa kecil."Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda
jujur saja."
"Aku jujur."
Betul?"
"Betul!"Pengacara
muda itu tersenyum dan manggut-manggut.
Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak
lagi."Tapi kamu menerima membela penjahat itu,
bukan karena takut, bukan?"
"Bukan!
Kenapa mesti takut?!"
"Mereka
tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
“Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah
sebuah ancaman.Dia tidak memberikan angka-angka?"
"Tidak.” Pengacara tua itu terkejut
"Sama sekali tak dibicarakan berapaa kan membayarmu?
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"Pengacara
muda itu tertawa
."Aku tak
pernah mencari uangdari kesusahan orang!"
"Tapi
bagaimana kalau dia sampai menang?"Pengacara muda ituterdiam.
" Negara akan
mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan
kejahatan!" "Jadi kamu akan memenangkan perkara
itu?" Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti
ya”
“Ya. Aku akan
memenangkannya dan aku akan menang!"
Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua
tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat
tangannya.
"Tak usah
kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut,
Bukan Karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku
tidak takut."
"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atauperlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu,bukan?"
"Betul."
"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atauperlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu,bukan?"
"Betul."
"Kalau
begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.
Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."
Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk
ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan
dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.
"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang
profesional."
"Tapi..."
"Tapi..."
Pengacara tua
itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya
yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu
menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf,
saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak
beristirahat. Selamat malam."
Entah karena
luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu,
pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua
itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga
wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan
berbisik.
"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat
dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu
tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan
bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk
terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat
negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya.
Kalau tidak, Kita akan menjadi bangsayang lalai."
Apa yang
dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan
mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja
penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya
dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak
mungkin dijamah lagi.
Rakyat pun
marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu
dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan
dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya
baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus
mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Pengacara tua
itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan
berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya
yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar it.
"Setelah
kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku
berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih,
"Aku terus
membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra.
Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu
bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak
inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan
dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan
menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang
ini?" **
B. APRESIASI CERPEN “PERADILAN RAKYAT”
1. UNSUR
INSTRINSIK CERPEN.
a. Tema
Tema adalah
persoalan pokok sebuah cerita. Tema disebut juga ide cerita. Tema dapat
berwujud pengamatan pengarang terhadap berbagai peristiwa dalam kehidupan ini.
Kita dapat memahami tema sebuah cerita jika sudah membaca cerita tersebut
secara keseluruhan.
1. Tema mayor
Sosial
2. Tema minor
-Harus
menyeimbangkan antara kepentingan rakyat dan perorangan
-Ketika
sebuah profesi harus bertentangan dengan hati nurani
- Keadilan untuk
rakyat
- Hukum itu
dipertunjukkan untuk rakyat.
b. Penokohan
Istilah tokoh
menunjuk pada orangnya, pelaku cerita,
.
1. Tokoh utama
Tokoh utama
adalah tokoh yang menjadi inti atau pusat utama dalam cerita. Dalam cerpen
tersebut adalah:Pengacara muda dan pengacara tua.
2. Tokoh
pendamping
Tokoh
pendamping merupakan tokoh yan mendampinghi tokoh utama dalm cerita karya
sastra. Dalam cerpen tersebut adalah:Penjahat dan sekertaris pengacara tua.
c. Alur/plot
Alur adalah
urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan.
Didalam
cerita cerpen “peradilan rakyat” tersebut adalah yang
menjadi alur cerita tersebut adalah alur maju yaitu
Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan
sampai penyelesaian.
Antara lain:
- mulai
melukiskan keadaan (situation)
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang
pengacara
senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.Kedatangan
pengacara muda itu untuk berdialog masalah hukum di negara yang dirasakan lemah
oleh mereka…………………..
- peristiwa-peristiwa
mulai bergerak (generating circumtanses)
Belum lama ini
negara menugaskan aku (pengacara muda) untuk membela seorang penjahat besar,
yang sepantasnya mendapat hukuman mati
- keadaan mulai memuncak (rising action);
Seorang
penjahat yang mendapat yang mendapat pengacara yang hebat. Penjahat itu, juga
meminta kepada pengacara muda untuk membelanya. Karena pengacara itu
profesional maka dia menerimanya dengan membela penjahat dengan membela
penjahat dipersidangan,penjaht yang seharusnya menjadi musuh negara dan rakyat
-- mencapai titik puncak (klimaks
Peradilan terhadap penjahat itu dimulai . gambaran dari pengacara
tua itu benar-benar terjadi sidang perkara yang dilakukan oleh pengacara dan
penjahat itu dimenangkan keduanya. Penjahat itu bebas dengan
tertawa lepas. Penjahat itu menerima kebebasnya dengan cepat keluar
negeri dan sulit untuk menjamahnya kembali.
- pemecahan
masalah/ penyelesaian (denouement)
Mengetahui hal
tersebut rakyat menjadi beramarah. Mereka turun kejalan dengan melakukan
demontrasi besar-besaran dimana-mana, gedung-gedung dipengadilan dibakar, dan
pengacara muda itu diculik dan dibunuh
d. Latar(Setting)
Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut.
Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut.
- Latar tempat
Latar tempat
merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang di pergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu.dapat dilihat dalam penggalan
cerpen berikut.
Seorang pengacara muda yang cemerlang
mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para
penegak hokum
dan
Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya
ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu
wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak.
Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam”.
Yang dimaksud latar tempat pada penggalan cerpen diatas
adalah kantor pengacara tua (ayah dari pengacara muda)
Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan.
Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan
kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan
kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke
mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.
Yang dimaksud
latar yang tergambar dalam cerpen diats adalah pengadilan.
- Latar Waktu
Latar waktu
berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak.
Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam”.
Latar waktu
yang tergambar dalam penngalan cerpen diatas adalah malam hari
- Latar Suasana
Merupakan
suasan yang dihadapi oleh para tokoh dalam cerpen
Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke
jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan
diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa
dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup.
Rakyat terus mengaum dan hendakmenggulingkan pemerintahan yang sah.
Latar Susana
yang tegambar dalam cerpen diatas adalah menegangan
dan
Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris
jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah
negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar
itu.
Latar suasana yang ditimbulkan pada penggalan cerpen diatas adalahkesedihan
pengacara tua karena kematian anaknya.
e. Perwatakan
Perwatakan
berbeda dengan penokohan perwatakan mengacu tentang bagaimana tokoh-tokoh dalam
karya sastra bersikap dan menunjukkan ciri khas wataknya. Yaitu penjabaran
sebagai berikut:
1. Pengacara
muda: merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun,
bersemangat cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagai gi pengacara
dan penyanyang. Hal tersebut tergambar dalam penggalan cerpen diatas yaitu
sebagai berikut:
“Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan
seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun
bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap
kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk
menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan
cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih,
kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau
juga, adalah keadilan itusendiri".kata pengacara muda
itu.
dan
"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada
hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati,
kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah
tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling
penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
2. Pengacara
tua: Memiliki bijaksana, penyayang,
rendah hati. Hal tersebut tergambar dalam penggalan dari kutipan cerpen
diatas yaitu sebagai berikut:
"Jangan
dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai
profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya
ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana
yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada
tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah
kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena
sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu
membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan
yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan
uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
Dan
"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang
profesional."
3. Sekertaris:
baik hati, penolong dan penyayang dan ramah
Hal tersebut
tergambar dalam kutipan cerpen diatas yaitu sebagai berikut:
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak.
Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."
4. Penjahat :
serakah da jahat
Hal tersebut
tegambar pada kutipan cerpen diatas, yaitu sebagai berikut
Bangsat itu
tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api
semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi
f. Point of view (
sudut pandang)
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang
secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang,
pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam
karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan
dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen
Peradilan Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang
yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga
dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih
baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah
sangat rindu kepada dia."
Dan
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak
terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara
yang tenang dan agung.
"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda? Pengacara muda tertegun.
g. Konflik
Konflik
merupakan masalah yang tengah dihadapi oleh tokoh utama dalam karya sastra. Ada
2 konflik yang muncul dalam cerpen “peradilan rakyat” diatas yaitu:
1. Konflik psikis
(masalah yang dihadapi pengacara muda dengan dirinya sendiri) yaitu pada
kutipan cerpen diatas sebagai berikut:
Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan
tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang
kalau perlu dingin dan beku
2. Konflik sosial
(masalah yang dihadapi pengacara muda dengan lingkunagnnya). yaitu pada kutipan
sebagai berikut:
Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan
sesudah jadi mayat.
3. Konflik
psikis(konflik dengan alam) yaitu pada kutipan sebagai berikut:
Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke
jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan
diserbu dan dibakar.
h. Gaya Bahasa dan majas
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi
sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya.
Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen
ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan
sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Melebih-lebihkan kata sehingga
menampilkan unsur-unsur sasta yang indah dan menarik. Itulah sebabnya,
terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Menurut
Sumadiria (2006 :147—160) mengemukakan macam-macam gaya bahasa adalah sebagai
berikut.
Gaya bahasa
yang digunakan yang digunakan dalam cerpen diatas adalah. Imagery berupa
perumpamaan yang mengundang emosi pembaca.
a. Personifikasi
Gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati,
termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia
yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya bahasa personifikasi adalah
sebagai berikut:
Sementara sekretaris jelitanya membacakan
berita-berita keganasan yang merebak diseluruh wilayah negara
dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara
besar itu.
b. Hiperbola,
Gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya ukurannya,
atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pertanyataan atau
situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Pada cerpen gaya
bahas hiperbola adalah sebagai berikut:
1. Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di
negeri yang sedang, dicabik-cabik korupsi ini
2. Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke
dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
3. Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.
c. Ironi
Gaya bahasa yang berpa sindiran. Pada cerpen gaya bahas hiperbola adalah
sebagai berikut:
Tidak
seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang.
i. Amanat
Melalui
amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang,bersifat positif
maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan
pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam
cerita. Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya.
Pada cerpen diatas cerpen diatas adalah sebagai berikut:
1. Dalam memilih
pilihan hidup itu, kita seharusnya sebagai manusia menggunakan pikiran serta
perasaan, sehingga pilihan yang kita ambil tersebut tidak merugikan diri sendiri.
2. Banyaknya
mafia-mafia di negeri ini merupakan bukti kebobrokan moral di Negara ini yang
mana hokum bisa diperjual belikan.
3. Kita sebagai
manusia yang mempunyai akhlak hendaknya menjalani sebuah pekerjaan yang menjadi
tanggung jaawab sesuai dengan norma-norma yang berlaku secara professional,
sehingga hal-hal yang merugikan orang lain apalagi menyengsarakan orang lain
dapat dihindari. Bukan tidak mungkin bila rakyat telah marah, maka akan lupa
diri dan bisa melakukan hal-hal diluar batas kewajaran
2.UNSUR- UNSUR
EKSTRINSIK
Putu Wijaya, salah satu sastrawan besar Indonesia, saat ditemui pada hari
Kamis, 27 Agustus 2009, menyatakan kesediaannya untuk menjadi penulis
tamu dalam kegiatan MataKataKita yang diselenggarakan komunitas EnamPENA. Putu
Wijaya akan berpartisipasi dengan menulis sebuah cerita pendek untuk
dikolaborasikan dalam buku braille bersama para pemenang sayembara, baik dari
masyarakat mata awas dan penyandang tunanetra.
Putu Wijawa adalah seorang sastrawan kelahiran Tabanan, Bali. Selain
skenario film dan sinetron, lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, sekitar
seribu cerpen, ratusan esei, juga artikel lepas dan kritik drama telah
ditulisnya. Disamping itu, gelimangan penghargaan telah diterima Putu Wijaya.
Beberapa diantaranya seperti SEA Write Award 1980 di Bangkok, tiga Piala CItra
untuk penulisan skenario, serta meraih Profesional Fellowship dari The Japan
Foundation Kyoto Jepang (1991-1992).
Semoga artikel Cerpen Putu Wijaya : Peradilan Rakyat Beserta Unsur Intrinsiknya bermanfaat bagi Anda.Amin...
Posting Komentar
Stop Spam,kesopanan juga berlaku di internet bro... berlaku juga di kotak komentar ini.Dukungan dan kritikan untuk kemajuan sangat di perlukan.
Thanks visit IXE-11.Inc....
Bramastana D